Sebagian besar kasus obesitas berhubungan dengan kebiasaan makan yang tidak sehat. Dalam prinsipnya, kebiasaan makan yang tidak sehat, seperti mengonsumsi makanan tinggi energi, lemak jenuh, dan karbohidrat sederhana, dapat meningkatkan risiko obesitas.
Selain itu, rendahnya konsumsi makanan tinggi serat, seperti sayuran dan buah-buahan, juga telah lama diidentifikasi sebagai salah satu pemicu obesitas. Namun, perlu dipahami bahwa perilaku makan manusia adalah fenomena yang kompleks, sehingga pengelolaannya tidak dapat disederhanakan dengan mudah.
Bagi sebagian besar manusia, makanan adalah hasil dari interaksi antara faktor-faktor fisiologis, sosial, dan psikologis. Dari perspektif fisiologis, kita makan untuk merespons sinyal tubuh yang mengindikasikan kekurangan energi. Rasa lapar adalah salah satu dorongan utama yang memotivasi seseorang untuk makan. Namun, manusia juga sering makan sebagai respons terhadap faktor-faktor psikologis.
Beberapa penelitian telah mencatat bahwa perubahan emosi, seperti kecemasan atau kebahagiaan, dapat memengaruhi kecenderungan kita dalam memilih jenis makanan dan jumlahnya. Dalam konteks sosial, pilihan makanan kita juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial sekitar kita.
Misalnya, dalam budaya Timur, makanan sering kali menjadi bagian integral dari acara-acara sosial seperti pertemuan keluarga, pernikahan, atau acara keagamaan. Selain itu, iklan dan promosi dari produsen makanan dan minuman juga secara tak sadar dapat memengaruhi pilihan makanan yang kita konsumsi. Faktor-faktor sosial dan budaya ini juga turut berperan dalam membentuk pola makan individu.
Mengingat kompleksitas tersebut, para ahli gizi dan profesional kesehatan lainnya perlu mempertimbangkan berbagai strategi pencegahan obesitas yang memperhitungkan aspek-aspek fisiologis, sosial, dan psikologis individu. Berikut adalah beberapa aspek yang dapat dimodifikasi sebagai bagian dari strategi pencegahan obesitas.
Mengurangi Konsumsi Makanan di Luar Rumah
Dalam tiga dekade terakhir, kita telah menyaksikan peningkatan signifikan dalam jumlah individu yang memilih makan di luar rumah, termasuk di restoran konvensional dan restoran cepat saji. Kelompok usia dewasa muda, dalam rentang usia 18-39 tahun, menjadi kelompok yang mengalami peningkatan paling signifikan dalam hal ini. Konsumsi makanan di luar rumah dikaitkan dengan obesitas karena makanan yang disajikan biasanya mengandung lebih banyak kalori dibandingkan makanan yang disiapkan di rumah. Penelitian oleh Bowman dan Vinyard (2004) telah menunjukkan bahwa makan di restoran terkait dengan peningkatan asupan kalori dan peningkatan risiko kelebihan berat badan.
Konsumsi Porsi yang Besar
Saat ini, kita menyaksikan kecenderungan menuju porsi makan yang lebih besar. Terkadang, kita mungkin tidak menyadari bahwa ukuran porsi yang disajikan dapat memengaruhi kemampuan kita untuk mengendalikan asupan makanan. Orang yang diberi porsi besar cenderung untuk mengonsumsi lebih banyak makanan secara keseluruhan. Ini mengindikasikan bahwa ukuran porsi dapat memodifikasi perilaku konsumsi makanan kita.
Minuman yang Mengandung Gula Tambahan
Minuman, terutama jus buah dalam kemasan, telah berkontribusi pada peningkatan konsumsi gula pada banyak individu. Minuman dalam botol plastik (PET) dan kemasan lainnya sering kali mengandung gula sebagai pemanis. Konsumsi gula ini seringkali tidak disadari dan dapat menyebabkan peningkatan persentase lemak tubuh serta berat badan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa gula mudah dicerna, disimpan, dan dapat menyebabkan pembentukan lemak baru dalam tubuh.
Berkurangnya Sarapan
Melewatkan sarapan di pagi hari telah terkait dengan peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT). Studi yang dilakukan oleh Ma et al. (2003) menemukan bahwa melewatkan sarapan dapat meningkatkan risiko obesitas hingga 4.5 kali lipat dibandingkan dengan mereka yang memiliki kebiasaan sarapan. Beberapa ahli berpendapat bahwa melewatkan sarapan dapat mengganggu metabolisme dan mengakibatkan peningkatan nafsu makan serta penurunan tingkat metabolisme tubuh. Meskipun demikian, perlu penelitian lebih lanjut untuk memahami sepenuhnya dampaknya. Para peneliti juga menyarankan bahwa konsumsi sarapan sebaiknya mencakup kurang dari 25% dari total asupan energi harian.
Konsumsi Sayur dan Buah
Sayur dan buah memiliki peran penting dalam pencegahan obesitas karena rendah dalam kepadatan energi. Kepadatan energi didefinisikan sebagai jumlah energi yang terkandung dalam suatu bahan makanan dibagi oleh beratnya. Makanan dengan kepadatan energi tinggi biasanya mengandung lebih banyak lemak dan karbohidrat sederhana, sementara makanan dengan kepadatan energi rendah memiliki kandungan air dan serat yang tinggi. Pilihan makanan berdasarkan tingkat kepadatan energi dapat berpengaruh langsung pada asupan energi. Selain membantu mengendalikan asupan kalori, sayur dan buah juga mengandung fitokimia yang bermanfaat untuk mencegah obesitas dan memperbaiki fungsi metabolik tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada lima jenis buah yang memiliki efek positif pada pengendalian berat badan dan profil metabolik.
Untuk mendapatkan materi lebih lanjut, bergabunglah dengan Kelas Manajemen Obesitas yang tersedia di Udemy. Gunakan tautan pada gambar berikut.
Oleh Harry Freitag LM, S.Gz, M.Sc, RD, PhD