Malnutrisi & Sistem Imun Adaptif

Oleh : Harry Freitag Luglio Muhammad, S.Gz, M.Sc, RD

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bagaimana tubuh bekerja melawan mikrobia patogen melalui beberapa mekanisme. Proses tersebut dimulai dari efektor imun didapat yang melakukan kerja sebagai fogist yaitu mekrofag, sel granulosit dan dendritik. Sifat pertahanan ini tidak spesifik karena sel-sel tersebut mengenal sebagian besar mikroorganisme patogen. Salah satu luaran dari proses ini adalah tubuh menginduksi sistem imun adaptif dimana proses ini dimulai dengan pengelanan sel-sel imun dengan antigen presenting cell lalu dilanjutkan dengan proses aktivasi sistem imun adaptif yang sesungguhnya melalui proses proliferasi dan diferensiasi. 

Sistem imun adaptif secara umum dilaksanakan oleh dua jenis sel limfosit yaitu sel limfosit B (atau sel B) dan sel limfosit T (atau sel T). Sel B bekerja dimulai dengan menerima antigen yang tersebar pada lingkungan ekstraseluler lalu berubah menjadi sel plasma. Sel ini menghasilkan antibodi yang disebar ke seluruh tubuh. Berbeda dengan sel B, sel T mengenali antigen bukan yang tersebar di lingkungan ekstraseluler tetapi antigen yang telah diproses oleh sel-sel tubuh. Sel T bekerja dengan cara membunuh sel patogen maupun yang terinfeksi virus secara langsung. Sel T juga dapat bekerja dengan memacu kerja sel B sehingga dapat menghasilkan lebih banyak antigen.

Sel B dan Sistem Imunitas Humoral

Dalam proses pertahanan tubuh terhadap infeksi, sel B bekerja dengan menghasilkan antibodi. Antibodi yang diproduksi oleh sel B  ini tersebar pada beragam bagian tubuh seperti cairan plasma yang mengalir melalui sistem peredaran darah dan ruang ekstraseluler. Dengan demikian, antibodi memiliki jangkauan yang tinggi terhadap patogen di berbagai tempat di dalam tubuh. Istilah sistem imunitas humoral dicetuskan karena cairan tubuh juga sering disebut sebagai humor

Antibodi merupakan sebuah molekul dengan bentuk menyerupai huruf Y dan memiliki dua lengan yang dapat mengenali antigen yang sama. Pondasi dasar dari sistem imun adaptif terletak pada spesifiknya respon yang diberikan pada antigen tertentu. Salah satu komponen utama yang menjadi dasar dari spesfititas ini adalah fakta bahwa molekul antibodi terutama pada bagian ujung Y memiliki keragaman yang cukup tinggi sehingga efektif dalam mengenali antigen. Secara anatomis, struktur antibodi terdiri dari dua bagian yaitu bagian lengan yang terdiri dari dua struktur yang serupa dan satu bagian tungkai. Bagian lengan bersifat sangat bervariasi karena mampu mengenali antigen sedangkan bagian tungkai bersifat kurang bervariasi. 

Antibodi memiliki dua fungsi yang terpisah yaitu untuk berikatan secara spesifik dengan molekul yang berasal dari patogen dan untuk bekerjasama dengan efektor sistem imun lain untuk menghancurkan patogen saat antibodi berikatan dengan patogen tersebeut. Antibodi dapat mengatasi patogen dan produk dari patogen tersebut melalui 3 mekanisme. 

Sel T dan Sistem Imunitas Seluler 

Patogen masuk dan berkembang di dalam tubuh dengan beberapa mekanisme. Sebagian besar bakteria hidup dan berkembang pada ruang antar seluler atau mengalir bersamaan dengan aliran darah, meskipun beberapa dapat hidup di dalam sel manusia. Berbeda dengan bakteria virus harus tinggal di dalam sel inangnya sehingga patogen ini sebagian besar dapat ditemukan di dalam sel. Sistem imun humoral memang memiliki kemampuan yang besar untuk mencapai bagian-bagian tubuh seperti plasma dan ruang antar seluler. Akan tetapi, antibodi yang diproduksi oleh sel plasma (bentuk matang dari sel B) ini tidak dapat menjangkau patogen yang hidup di dalam sel. Oleh karena itu tubuh membutuhkan sistem pertahanan yang mampu menyerang patogen yang hidup di dalam sel seperti virus.

Sel sistem imun seluler merupakan sistem imun yang bekerja dengan mengeleminasi sel-sel patogen maupun patogen yang hidup di dalam sel tubuh. Sistem imun ini dinamai demikian karena efektornya adalah sel (dan bukan antibodi). Sel yang menjadi efektor dari sistem imun seluler ini adalah sel T. 

Sel T membunuh sel yang terinfeksi oleh virus secara langsung. Hal ini dilakukan dengan cara mengaktivasi enzim caspase. Enzim ini mampu menyebabkan aktivasi dari enzim nuklease yang pada alhirnya akan memotong DNA dari virus dan sel inangnya. Untuk dapat membunuh sel tersebut pertama kali sel T perlu untuk mengenal sel tersebut. Proses pengenalan ini terjadi karena sel tubuh yang terinfeksi virus akan mengeluarkan antigen yang berasal dari virus di permukaan sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi untuk mengaktivasi sel T yang spesifik terhadap antigen dari virus tersebut. 

Sel T sesungguhnya terbagi menjadi dua jenis yaitu sel CD8 dan sel CD4. Dasar dari penamaan ini adalah protein yang terdapat di permukaannya. Sel CD8 terdapat protein CD8 di permukaannya dan sel CD4 terdapat protein CD4 di permukaannya. Kedua protein ini memberikan arahan mengenai hubungan antara sel T dengan sel-sel lainnya. Hal ini penting karena penanda ini yang akan menentukan arah fungsi dari sel tersebut. Sel CD8 memiliki kemampuan untuk membunuh sel secara langsung atau sering disebut sebagai sel T sitotoksik sedangkan sel CD4 memiliki kemampuan untuk mengaktivasi sel yang dikenalinya dan biasa disebut sebagai sel Thelper

Berikut ini adalah peruabahn sistem imun adaptif yang terjadi akibat kekurangan gizi.

Timus

Timus merupakan organ sentral dalam sistem limfatik terutama pada sistem imun adaptif. Organ ini merupakan lokasi dimana pembelahan dan maturasi sel limfosit T terjadi. Di awal tahun 1950-an beberapa peneliti mengkaji perubahan timus pada anak yang mengalami kekurangan gizi. Pada penampang jaringan timus anak yang mengalami gizi buruk memiliki penurunan jumlah sel-sel timus (thymocyte) dan digantikan oleh jaringan penghubung. Kecenderungan untuk terjadinya penurunan jaringan timus ini juga terlihat pada jaringan limfatik lainnya seperti nodus limfatikus, spleen, tonsil, apendiks dan Peyer’s patches. Saat seorang anak mengalami gizi buruk, keempat jaringan tersebut mengalami atropi.

Sel T

Beberapa studi menyebutkan bahwa pada anak yang mengalami gizi buruk/ kurang cenderung mengalami terjadi penurunan jumlah sel T di dalam darah. Respon limfosit terhadap PHA juga mengalami penurunan saat seorang anak mengalami kekurangan gizi. 

Sel B

Dengan menggunakan flowcytomtery, beberapa peneliti melaporkan bahwa anak-anak yang mengalami kekurangan gizi juga mengalami penurunan jumlah sel limfosit B. Penelitian mengenai perubahan pada imunoglobin masih menjadi kontroversi. Sebagian besar studi melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan produksi Immunoglobulin pada anak yang mengalami gizi buruk dan anak normal.

Sitokin

Sitokin merupakan sinyal merupakan bentuk komunikasi antar sel sistem imun. Sitokin dapat diproduksi oleh sel-sel imun bertujuan untuk meningkatkan atau menurunkan inflamasi. Beberapa studi menunjukan bahwa terjadi penurunan kadar sitokin terutama IL-1 dan IL-2 pada anak yang mengalami malnutrisi. Menariknya, sitokin seperti IL-10, IL-4 dan reseptor (soluble) untuk Tumor Necrosis Factor-α mengalami peningkatan pada saat seorang anak mengalami malnutrisi. Pada anak yang mengalami gizi buruk, terjadi penurunan respon in-vitro sitokin terhadap induksi LPS.


Untuk mendapatkan materi legkap, silahkan membaca buku Imunologi Gizi dari UGM Press. https://ugmpress.ugm.ac.id/id/product/kesehatan/imunologi-gizi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *