Gangguan fisik sering dialami oleh pasien yang sembuh dari penyakit kritis. Bahkan setelah 5 tahun keluar dari intensive care unit (ICU), banyak pasien yang menderita gangguan fungsi paru, kelemahan otot, dan berkurangnya kemampuan untuk melakukan olahraga berat. Di samping keterbatasan fisik ini, banyak pasien selamat mengeluh mengalami isolasi sosial, disfungsi seksual, kecemasan, depresi dan masalah kesehatan mental lainnya. Gejala ini dikenal sebagai sindrom perawatan pasca-intensif (post-intensive care syndrome).
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa disfungsi mitokondria adalah faktor krisis dari post-intensive care syndrome. Peningkatan kadar laktat dan penurunan produksi ATP mitokondria adalah temuan umum selama penyakit kritis dan dianggap terkait dengan penurunan aktivitas mitokondria otot dalam sistem transfer elektron. Jumlah nutrisi yang adekuat sangat penting untuk fungsi mitokondria karena beberapa mikronutrien spesifik memainkan peran penting dalam metabolisme energi dan produksi ATP. Kadar tiamin (vitamin B1) serum yang rendah pada pasien sakit kritis diasosiasikan dengan peningkatan mortalitas pasien.
Defisiensi tiamin menyebabkan gangguan metabolisme aerobik karena berkurangnya kemampuan piruvat untuk memasuki siklus Tricarboxylic acid yang mengakibatkan asidosis laktat. Sebuah studi baru-baru ini menemukan tingkat laktat yang secara signifikan lebih rendah pada pasien dengan defisiensi tiamin setelah suplementasi dengan tiamin (200 mg). Selain itu, tingkat kematian yang lebih rendah ditemukan pada pasien defisiensi tiamin yang menerima suplementasi tiamin. Oleh karena itu, sejumlah tiamine direkomendasikan untuk menjaga fungsi mitokondria agar tetap berfungsi dengan baik. Recommended Dietary Allowance (RDA) laki-laki usia >19 tahun adalah 1.2 mg/hari dan perempuan dengan usia >19 tahun adalah 1.1 mg/hari. Sumber utama tiamin dalam makanan adalah serelia tumbuk/setengah giling atau yang difortifikasi dengan tiamin dan hasilnya. Sumber tiamin lain adalah kacang-kacangan, semua daging organ, daging tanpa lemak, dan kuning telur.
Penulis & Infografis : Chelsea Ciandry (Mahasiswa Prodi S1 Gizi Kesehatan, Universitas Gadjah Mada)
Ref: Wesselink E, Clinical Nutrition, 2019