Regulasi Basal Metabolic Rate (BMR)
BMR merupakan jumlah energi yang digunakan seseorang untuk menjalankan proses dasar kebutuhan tubuh manusia. Diperkirakan bahwa BMR itu merupakan bagian besar dari total kebutuhan energi (total daily expenditure) dengan komposisi sekitar 60-75%. BMR ini dinyatakan dalam kondisi basal atau dasar karena BMR diukur ketika subjek terbaring (namun tetap sadar), berada dalam kondisi istirahat secara fisik dan mental, berada dalam ruangan yang nyaman dan hangat. Pengukuran BMR ini dilakukan di pagi hari dalam kondisi 10-12 setelah makan. Nilai BMR dipengaruhi oleh berat badan, tinggi badan, usia dan jenis kelamin. Kesemuanya ini mendasari perhitungan BMR sesuai dengan rumus Harris Benedict.
Tubuh kita memiliki karakteristik sendiri dalam penggunaan energi. Sebagai contoh, tiap bagian dalam tubuh kita memiliki kontribusi yang berbeda terdapat pengeluaran energi. Sebagian besar dari komposisi tubuh yang berkontribusi dalam penggunaan energi dalam bentuk BMR adalah organ tubuh bagian dalam seperti hati, jantung, ginjal dan otak. Komponen berikutnya adalah jaringan otot skelet dan organ lain seperti kulit, tulang dan saluran pencernaan. Jaringan adiposa memiliki kontribusi yang cukup terbatas dalam penggunaan energi yang kurang dari 5%. Hal ini kemudian menjadi dasar mengapa pada orang yang kelebihan lemak maka tidak serta merta mengalami peningkatan kebutuhan energi untuk kebutuhan basal.
Selain untuk memenuhi kebutuhan basal (dasar), tubuh juga menggunakan energi untuk aktivitas sehari-hari. Energi ini sebagian besar digunakan untuk pergerakan dan beberapa proses yang terlibat dalam penggunaan energi. Oleh karena itu, semakin tinggi aktivitas fisik seseorang maka akan semakin meningkat total energy expenditure (TEE)-nya. Aktivitas fisik berkaitan erat dengan pergerakan otot skelet. Oleh karena itu, penggunaan energi untuk aktivitas fisik bervariasi tergantung ukuran tubuh dan juga jenis aktivitas fisik yang dilakukan. Sebagai contoh, individu yang bekerja di balik meja biasanya hanya menggunakan 10-15% TEE sedangkan bagi inidividu yang bekerja sebagai atlet profesional atau pekerja kasar (kuli), aktivitas fisik merupakan 70% dari TEE.
Otot Skelet Adalah Komponen Penting Dalam Penggunaan Energi
Otot skelet adalah salah satu bagian penting dalam pengaturan energi dalam tubuh manusia dan bertanggung jawab terhadap variasi penggunaan energi antar individu. Secara umum manusia memiliki komposisi otot yang serupa, tetapi ada beberapa kondisi yang menyebabkan bervariasinya komposisi otot. Laki-laki secara umum memiliki proporsi otot lebih banyak dari wanita (40% untuk laki-laki dan 30% untuk perempuan). Atlet memiliki proporsi otot lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang bekerja tidak mengandalkan otot.
Otot skelet memiliki peran yang penting dalam metabolisme glukosa. Otot skelet juga merupakan tempat penyimpanan glikogen terbesar di dalam tubuh. Sebagai perbandingan, diperkirakan bahwa terdapat sebanyak 400 gram glikogen di dalam otot sedangkan hanya sebanyak 100 gram glikogen di dalam jaringan hepar. Oleh karena itu glukosa sangat digunakan di jaringan otot skelet, sehingga jaringan otot skelet merupakan tempat penggunaan glukosa yang penting. Oleh karena pentingnya penggunaan glukosa sebagai sumber energi utama maka otot membutuhkan oksidasi aerobik. Jaringan otot merupakan pengguna oksigen di dalam tubuh yang cukup besar dan variasi dari penggunaan oksigen tersebut merupakan penentu dari tingkat metabolisme seseorang.
Penggunaan zat gizi sebagai sumber energi bagi otot melibatkan beberapa proses. Proses ini menghasilkan ATP yang kemudian akan digunakan untuk menggerakkan otot. ATP yang digunakan oleh otot skelet berasal dari glikolisis anaerobik, oksidasi lemak dan karbohidrat serta oksidasi asam amino seperti branched chain amino acid. Otot memperoleh substrat tersebut melalui dua proses yaitu intramuskular dan ekstramuskular.
Secara umum, otot menggunakan dua substrat sebagai sumber energi utama yaitu karbohidrat dan lemak. Saat dalam kondisi puasa (tidak makan selama periode tertentu) tubuh akan menggunakan lemak sebagai sumber energi. Saat dalam kondisi postprandial (paska makan) maka tubuh akan menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi. Saat glukosa masuk ke dalam tubuh, kadar insulin akan mengalami peningkatan. Peningkatan insulin akan mengaktivasi GLUT4. GLUT4 akan mengangkut glukosa dari luar ke dalam sel. Masuknya glukosa ke dalam tubuh kemudian akan mengalami perubahan menjadi glikogen atau digunakan menjadi energi melalui jalur glikolisis.
Tubuh memiliki preferensi tersendiri mengenai zat gizi mana yang akan digunakan sebagai energi. Perubahan penggunaan substrat energi ini salah satunya berkaitan dengan tingkat metabolisme atau ketersediaan makanan. Jika glukosa banyak digunakan dalam kondisi post prandial, maka lemak banyak digunakan saat tubuh mengalami puasa. Saat kita tidak mengonsumsi makanan/ minuman maka tubuh mengalami pergantian preferensi penggunaan energi menjadi dalam bentuk lemak. Sebagai contoh, saat kita tidur tubuh tidak memperoleh sumber energi selama berjam-jam. Dalam kondisi tersebut, tubuh menggunakan non-esterified fatty acid (NEFA) atau asam lemak tidak teresterifikasi dan trigliserida dari plasma sebagai sumber energi.
Sebagai tambahan, preferensi penggunaan energi juga terjadi berdasarkan VO2 max yang dimiliki individu. Pada latihan yang berintensitas tubuh menggunakan NEFA sebagai sumber energi. Pada latihan dengan intensitas tinggi maka tubuh menggunakan NEFA sebagai sumber energi setidak setelah 2 jam latihan. Sebagai tambahan, hormon seperti insulin juga mampu menyebabkan perubahan terhadap preferensi penggunaan energi. Insulin memiliki efek menghalangi lipolisis sehingga menghambat penggunaan lemak sebagai sumber energi.
Pada kasus individu dengan obesitas diketahui terdapat perubahan yang cukup signifikan dari metabolisme energi pada jaringan otot skelet. Pertama-tama, pada individu obes diketahui terjadi penurunan kapasitas untuk melakukan oksidasi terhadap asam lemak. Individu yang mengalami obesitas memiliki besar kemungkinan mengalami penurunan sentivitas insulin. Tidak sensitifnya insulin akan menghambat penggunaan lemak sebagai sumber energi. Di lain pihak, rendahnya kapasitas oksidatif (kemampuan menggunakan energi) berhubungan dengan kejadian obesitas.
Metabolisme Pada Jaringan Adiposa dan Obesitas
Lipid adalah merupakan buffer atau penyangga dari kesediaan energi di dalam tubuh dan jaringan adiposa adalah buffer dari lipid di dalam tubuh. Saat tubuh mengalami peningkatan kadar trigliserida dan lipid yang berlebihan, maka jaringan adiposa bertindak sebagai gudang penyimpanan. Asam lemak akan diolah di dalam hati, kemudian asam-asam lemak tersebut dialirkan melalui lipoprotein ke dalam jaringan adiposa untuk disimpan.
Berbeda dengan jaringan otot, jaringan lemak memiliki peran yang terbatas dalam metabolisme karbohidrat. Glikogen terdapat pada jaringan ini tetapi dalam jumlah yang cukup terbatas. Yang menarik adalah meskipun jaringan ini kaya akan trigliserida dan asam lemak, metabolisme karbohidrat adalah komponen penghasil energi utama dari sel adiposa.
Non-esterified fatty acid atau NEFA yang berada di dalam plasma darah manusia sumber terbesarnya adalah berasal dari jaringan adiposa. Jaringan ini melepaskan asam lemak ketika dibutuh misalnya saat dalam kondisi puasa atau saat melakukan latihan fisik. Sinyal untuk pelepasan asam lemak ini dapat diperoleh dari beberapa sistem saraf simpatis. Sinyal tersebut menginduksi pemecahan trigliserida menjadi asam-asam lemak salah satunya adalah kerja dari hormone senstive lipase (HSL). Proses pemecahan simpanan lemak dalam bentuk trigliserida ini disebut dengan lipolisis. Pada bagian lain dari buku ini akan dibahas secara terperinci mengenai proses lipolisis dan penjelasan bagaimana proses ini berkaitan dengan obesitas.
Selain berfungsi sebagai penghasil asam lemak, jaringan adiposa juga bertugas untuk mengurangi kadar lipid yang berada di dalam darah agar dapat disimpan menjadi cadangan lemak. Proses ini diinduksi oleh enzim yang disebut dengan lipoprotein lipase atau LPL. LPL terdapat di permukaan jaringan adiposa membantu pemecahan molekul-molekul besar seperti TG yang berada di dalam aliran darah untuk dapat masuk ke dalam sel adiposa.
Terdapat beberapa teori mengenai peran dari dua proses ini, (pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa oleh HSL dan pemasukan asam lemak ke jaringan adiposa oleh LPL). Berdasarkan teori HSL, disebutkan bahwa pada individu obesitas terjadi penurunan aktivitas, kadar protein dan ekspresi mRNA dari HSL dibandingkan dengan individu normal (Large et al 1999). Berdasarkan teori ini, seseorang menjadi obes atau gemuk karena kemampuan tubuhnya dalam memecah lemak. Penurunan kemampuan memecah lemak ini dikendalikan oleh enzim yang bekerja yaitu HSL. Di lain pihak, teori LPL menyebutkan bahwa pada individu yang mengalami obesitas juga ditemukan mengalami peningkatan LPL. Hal ini berdasarkan kecenderungan bahwa inidividu menjadi gemuk karena mudah untuk menyimpan lemak akibatnya tingginya produksi LPL. Hingga saat ini teori mengenai peran LPL ini masih belum jelas pembuktiannya.
Untuk mendapatkan materi lebih lanjut, bergabunglah dengan Kelas Manajemen Obesitas yang tersedia di Udemy. Gunakan tautan pada gambar berikut.
Oleh Harry Freitag LM, S.Gz, M.Sc, RD, PhD