Kajian mengenai interaksi antara genetika dan gizi telah dilakukan selama lebih dari setengah abad, dengan laporan pertama yang diterbitkan pada tahun 1945. Pada waktu itu, penelitian ini menggunakan model tikus untuk menunjukkan perbedaan dalam respons terhadap variasi diet.
Meskipun sedikit penelitian dilaporkan pada periode tersebut, perkembangan signifikan terjadi dalam ilmu biologi selama beberapa dekade terakhir. Hal ini disebabkan oleh perbaikan teknologi dan ketersediaan alat untuk memahami peran interaksi antara genetika dan gizi, yang memunculkan konsep nutrigenetik dan nutrigenomik dalam apa yang kita sebut sebagai “era pasca-genom.”
Nutrigenomik dan nutrigenetik, meskipun berasal dari bidang ilmu yang sama, memiliki fokus yang berbeda. Nutrigenomik meneliti pengaruh nutrisi pada ekspresi gen. Bidang studi ini mendalam dalam pemahaman jalur molekuler serta proses biologis yang relevan dengan nutrisi, menggunakan berbagai teknik molekuler seperti transcriptomik, proteomik, dan metabolomik.
Sementara itu, nutrigenetik mengkaji peran variasi genetik seperti polimorfisme satu nukleotida tunggal / single nucleotide polymorphism (SNP), variasi jumlah salinan (copy number variation/CNV), dan sejumlah penanda genomik lainnya terhadap respons biologis terhadap diet, status gizi, dan risiko penyakit. Pada intinya, pemahaman dasar nutrigenomik dan nutrigenetik mengungkapkan bahwa setiap individu merespons diet atau nutrisi secara berbeda, tergantung pada faktor genetik mereka.
Gizi, sebagai bagian penting dalam bidang kesehatan, telah memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan masyarakat. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan energi dan nutrisi individu, kita dapat meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit. Namun, sejauh ini, panduan nutrisi didasarkan pada asumsi bahwa semua individu adalah sama.
Nutrigenomik dan nutrigenetik telah membuktikan bahwa terdapat perbedaan antar individu dalam respons terhadap diet berdasarkan faktor genetik mereka.
Contoh yang nyata adalah individu dengan gangguan monogenik seperti intoleransi laktosa. Karena variasi genetik, mereka tidak dapat memproduksi cukup laktase dalam sistem pencernaan mereka, yang menyebabkan masalah dengan pencernaan produk yang mengandung laktosa.
Dalam situasi yang lebih kompleks, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mutasi pada beberapa gen yang terkait dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk beradaptasi dengan diet rendah kalori mereka. Ini adalah konsep kompleks, tetapi gagasan personalized nutrition bertujuan untuk memberikan manfaat individu dengan memberikan rekomendasi diet berdasarkan faktor genetik.
Dalam publikasi mereka yang berjudul “Nutritional Genomic: the Next Frontier in the Postgenomic Era” pada tahun 2004, Kaput dan Rodriguez menguraikan beberapa konsep dasar tentang interaksi antara gizi dan genetik sebagai berikut:
- Bahan kimia yang terdapat dalam makanan dapat berinteraksi dengan genom manusia dan mengubah ekspresi gen atau sifatnya.
- Dalam situasi tertentu dan pada beberapa individu, diet dapat menjadi faktor risiko serius untuk beberapa jenis penyakit.
- Beberapa gen yang berinteraksi dengan diet memiliki peran dalam kejadian, perkembangan, dan tingkat keparahan penyakit kronis.
- Hubungan antara diet dan kesehatan atau penyakit dapat bergantung pada variasi genetik individu.
- Intervensi gizi yang didasarkan pada pengetahuan tentang kebutuhan gizi, status gizi, dan genotipe individu dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit.
Penelitian pada genom manusia yang dilakukan melalui Proyek Genom Manusia telah memberikan dampak signifikan pada bidang kesehatan dan pengetahuan ilmiah. Sekarang kita memahami bahwa meskipun genom manusia memiliki kesamaan sekitar 99,9%, terdapat variasi sekitar 0,1% yang memengaruhi keragaman dalam populasi manusia. Variasi ini dapat mencakup berbagai aspek, seperti warna rambut, tinggi badan, atau bahkan ekspresi genetik dan variasi pada tingkat molekuler dasar.
Variasi ini, yang sering disebut sebagai polimorfisme satu nukleotida (single nucleotide polymorphism/SNP), dapat terjadi di berbagai lokasi gen dalam DNA manusia. SNP dapat ditemukan dalam wilayah non-coding dan tidak memiliki pengaruh langsung pada produksi protein. Namun, beberapa SNP dapat ditemukan dalam wilayah coding gen dan memengaruhi aktivitas atau ekspresi protein yang dihasilkan.
Sebagai contoh, SNP dalam coding region enzim tertentu dapat potensial mengurangi aktivitas enzimatik atau mempengaruhi ikatan koenzim, yang pada gilirannya dapat memengaruhi konsentrasi substrat. Jika akumulasi perubahan seperti ini terjadi, ini dapat menyebabkan perbedaan dalam fenotip individu. Selain itu, ada SNP lain yang mungkin tidak terletak di coding region tetapi masih memiliki dampak pada variasi fenotipik.
Untuk mendapatkan materi lebih lanjut, bergabunglah dengan Kelas Manajemen Obesitas yang tersedia di Udemy. Gunakan tautan pada gambar berikut.
Oleh Harry Freitag LM, S.Gz, M.Sc, RD, PhD