Terkadang, penurunan berat badan bisa terasa sederhana: cukup kurangi porsi makan dan tingkatkan aktivitas fisik. Namun, kenyataannya, data mengenai program penurunan berat badan mengungkapkan bahwa situasinya jauh lebih kompleks. Hal ini sangat terasa pada seorang wanita dengan berat badan 90 kg yang saya temui 6 tahun lalu di pusat kebugaran saat ia mencari konseling diet.
Dalam dua tahun terakhir, ia telah berusaha keras berolahraga secara rutin dan mengubah pola makan dengan lebih banyak sayuran serta buah-buahan, bahkan menghindari makanan favoritnya seperti undangan makan malam. Ia telah menjalani program diet yang cukup menyiksa, dan meskipun berhasil menurunkan berat badannya selama beberapa bulan, berat badannya kembali naik, bahkan melebihi dari yang ia turunkan.
Glikogen adalah salah satu penyimpanan energi awal yang krusial dalam mencapai keseimbangan energi negatif, dan ini sangat berpengaruh pada tahap awal penurunan berat badan. Glikogen disimpan dalam otot rangka dan sel lemak, dan dengan cepat diubah menjadi energi pendek. Penting untuk diketahui bahwa glikogen bukan hanya hidrofilik, tetapi juga terhidrasi, yang berarti penyimpanan glikogen ini sering kali disertai dengan penyimpanan air. Setiap gram glikogen di hati ditemani oleh 1,46 gram air, sehingga penurunan penyimpanan glikogen juga akan berdampak pada penurunan cairan tubuh. Selain air, penurunan elektrolit juga bisa terjadi selama proses penurunan berat badan.
Selain mengalami penurunan lemak dan massa bebas lemak, ada beberapa perubahan lain yang terjadi selama penurunan berat badan. Salah satu perubahan yang sering dilaporkan adalah penurunan pengeluaran energi pada individu yang telah kehilangan berat badan. Sebuah studi yang dilakukan oleh Bray et al. (2012) menunjukkan bahwa setelah kehilangan berat badan, seseorang dapat mengurangi tingkat pengeluaran energinya. Studi lain juga menunjukkan bahwa penurunan pengeluaran energi memiliki kecenderungan untuk tetap stabil setahun setelah berat badan berhasil diturunkan.
Dalam banyak kasus, penurunan berat badan yang berkelanjutan menjadi tantangan karena hal ini juga dapat memicu penurunan tingkat penggunaan energi dan peningkatan nafsu makan.
Nafsu makan bisa meningkat pada individu selama atau setelah program penurunan berat badan, baik karena respons fisiologis maupun psikologis. Hal ini dapat dilihat dari penurunan kadar leptin, hormon yang dihasilkan oleh jaringan lemak, yang mengendalikan nafsu makan di otak manusia. Berkurangnya produksi hormon ini dapat berdampak pada regulasi nafsu makan seseorang.
Meskipun tantangan penurunan berat badan sering kali diidentifikasi sebagai masalah yang berkaitan dengan resistensi psikologis dan perilaku, peran tubuh dalam mengatur jumlah berat badan yang bisa hilang juga menjadi faktor penting.
Tubuh kita memiliki sistem adaptasi yang kuat terhadap penurunan energi yang diterapkan. Ketika tubuh mendeteksi penurunan pasokan energi dalam lingkungan, ini dapat menghasilkan resistensi terhadap penurunan berat badan yang lebih lanjut. Mariman (2012) telah mengajukan beberapa teori yang mungkin menjelaskan mengapa penurunan berat badan dan pemeliharaan berat badan setelahnya menjadi masalah yang kompleks, termasuk:
- Pengeluaran energi oleh massa bebas lemak.
- Regulasi energi oleh hormon metabolik.
- Resistensi fisiologis terhadap penurunan berat badan.
- Resistensi seluler terhadap penurunan berat badan.
- Predisposisi genetik terhadap penurunan berat badan.
Selama seseorang mengalami penurunan berat badan, tubuhnya tidak hanya berusaha mengurangi pengeluaran energi, tetapi juga mengalami perubahan produksi beberapa enzim. Seiring dengan berkurangnya massa lemak, produksi leptin, hormon yang memberikan sinyal ke otak, juga turun.
Penelitian menunjukkan bahwa setelah beberapa waktu, kadar leptin secara signifikan menurun, hampir mirip dengan kondisi defisiensi leptin di otak. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko makanan yang tidak terkendali setelah penurunan berat badan. Penelitian lain juga mengindikasikan perubahan pada hormon seperti triiodotironine, tiroksin, dan ghrelin selama proses penurunan berat badan, meskipun temuan ini belum sepenuhnya dapat diandalkan.
Metabolit dalam plasma dapat mencerminkan resistensi terhadap penurunan berat badan dalam tubuh.
Beberapa metabolit mengalami perubahan selama penurunan berat badan yang mencerminkan ketidaksetujuan tubuh terhadap perubahan berat badan dan mendorong berat badan untuk kembali seperti semula. Walaupun beberapa penelitian telah mencoba mengidentifikasi protein yang terlibat dalam proses ini, kesimpulan yang kuat masih sulit ditarik. Namun, setidaknya plasma angiotensin I-converting enzyme (ACE) dan insulin telah terbukti berbeda antara individu yang berhasil mempertahankan berat badan setelah penurunan berat badan dibandingkan dengan mereka yang mengalami peningkatan berat badan kembali (Wang et al., 2011).
Resistensi terhadap perubahan berat badan juga terjadi di tingkat sel.
Studi pada sel adiposit mengindikasikan bahwa sel-sel ini bersiap untuk mengembalikan trigliserida yang telah dipecah setelah seseorang berhasil menurunkan berat badan. Jika ini berhasil, maka berat badan dapat meningkat kembali dalam waktu tertentu. Penelitian pada sel adiposit juga menunjukkan bahwa kerangka ekstraseluler jaringan adiposa memainkan peran dalam proses ini.
Ketika seseorang kehilangan berat badan, sel adiposit mengalami penurunan ukuran dan menyusut, meninggalkan celah antara sel dan kerangka. Celah ini sebenarnya merupakan matriks ekstraseluler. Matriks ini harus beradaptasi dengan ukuran sel lemak yang baru menyusut, dan jika ukuran akan meningkat lagi, itu akan memenuhi seluruh kerangka ekstraseluler.
Berdasarkan teori ini, ada hipotesis bahwa individu yang kehilangan berat badan secara bertahap lebih mungkin untuk mempertahankan berat badan mereka dan mengurangi risiko untuk mendapatkan kembali berat badan dibandingkan dengan mereka yang kehilangan berat badan dengan cepat. Hal ini karena penurunan berat badan bertahap memungkinkan adiposit untuk menyesuaikan pengurangan dalam matriks ekstraseluler (Mariman, 2012).
Untuk mendapatkan materi lebih lanjut, bergabunglah dengan Kelas Manajemen Obesitas yang tersedia di Udemy. Gunakan tautan pada gambar berikut.
Oleh Harry Freitag LM, S.Gz, M.Sc, RD, PhD